Thursday, December 10, 2015

Rumah milik sendiri (akhirnya)

Terinspirasi banget dengan postingan nya meta yang judulnya Proud (and Relieved) Owner, diniatin rumah yang kita tempatin bisa ikutan bebas Kredit Renovasi dibulan April tahun lalu itu, dan tanpa disangka 1 tahun 5 bulan setelahnya impian kami terkabulkan, ya bulan September lalu kami sudah terbebas dari 2 kredit sekaligus, kredit renovasi dan juga KPR. 

Alhamdulillah, lega sekali dan  rasanya luar biasa bahagia, benar-benar tidak menyangka, jadi ingat tempelan tulisan di mobil depan kita saat berangkat kerja,kalau gak salah kutipannya ” God will make a way where there seems to be no way”,benar-benar melalui jalan yang tidak disangka-sangka.

Jadi ingat perjalanan kami sampai bisa menempati rumah yang sekarang ini. Menikah tahun 2002, karena masih LDRan Jakarta Surabaya, masih menetap di Pondok Indah, maksudnya Pondok Mertua Indah di pinggiran Jakarta Timur, Pondok Kopi tepatnya. 

Keinginan untuk memiliki rumah sendiri sebagai pasangan muda saat itu sangat kuat, 2 tahun kemudian di tahun 2004, kita berkumpul kembali di Jakarta, mulailah masa intensif saat Sabtu Minggu untuk mencari-cari rumah, sampai akhirnya bersama-sama teman kami menyambangi suatu komplek perumahan baru di cimanggis, langsung terpikat dengan promosinya dan langsung kepikiran sampai gak bisa tidur untuk bisa memiliki rumah disana. Akhirnya diputuskan untuk memantapkan hati membeli rumah yang paling kecil tipe 36 di Blok B kebetulan mendapatkan di Hook sehingga luas tanahnya yang seharusnya 90 m2 menjadi 104 m2, Komplek B nama perumahannya, tadinya mau ambil cicilan, karena ngeri memikirkan bunganya, akhirnya pilihan kita yang bayar tunai secara bertahap, dan setelah rumahnya jadi dan kemudian lunas, malahan keinginan untuk menempati rumah sendiri langsung menguap begitu saja, hi hi bener-bener deh, jaman itu kan masih muda, jadinya kayaknya pertimbangannya juga belum matang.

Alasannya ya ada beberapa, yang pertama karena gak bisa ngebayangin jauhnya dari kantor dan mesti naik angkutan umum apa dari kantor kesini, belum lagi mikirnya kalaupun ada angkot sampai depan komplek , masuk kedalamnya naik apa, karena dari depan komplek ke rumah aja masih jauh banget mana jalannya berbukit-bukit pulaks. 

Alasan lainnya rumah kita ada di hook, letaknya paling atas, jadi kalau dari rumah ke jalan, berarti menurun, dibawah ada kali dan tidak ada tembok tinggi penghalangnya, kebayang kalau anak main sendiri, meluncur kebawah, bisa masuk kekali cikeas. 

Jadi kesimpulannya adalah biaya hidup terutama yang menyangkut biaya transportasi akan jadi mahal banget banget. Jadilah, keriaan punya rumah sendiri, kita lampiaskan dengan datang berkunjung kesana untuk bersih-bersih, jadi setiap kesana, ya agendanya bersih-bersih , terus beli makanan siang  di tempat makan depan kompleknya, yang mana rasa makanan sundanya biasa banget dan harganya mahal, mungkin dipikir yang punya tempat makan, semua yang keluar dari komplek itu banyak uangnya, karena kesannya kompleknya wah sekali, gak tau dia selain yang besar-besar rumah dan tanahnya, yang bagian belakangnya banyak rumah - rumah kecil dan imut setipe rumah kita. 

Kalau saat main kesana sekalian bersih-bersih, pastinya kita foto-foto dunk, dan kamera digitalnya rusak berbarengan dengan ultah si mas dzaky yang ke-4, jadi foto-foto ultahnya saat pesan kue ultah bentuk mobil sama teman dan kenangan kita akan rumah mungil kita yang belum sempat dicetak hilang begitu saja. Rumahnya sendiri seperti ini nih…bahagianya luar biasanya udah punya rumah biar kata kecil mungil gitu.

gambar diambil dari rumah.mitola.co.id
Capek bolak balik bersih-bersih, akhirnya rumahnya kita tawarkan untuk dikontrakkan, yang mengontrak adalah pasangan muda juga sebaya kita yang masih berdua saja. 

Setelahnya, kita hunting rumah lagi, tetap pengen mandiri dan tinggal di rumah sendiri dong, kali ini benar-benar diniatkan rumah yang akses transportasinya mudah, dan tidak berbukit-bukit jalannya.

Mulailah mengulangi lagi cerita weekend yang mencari rumah kemana-mana, ke Bekasi, ke Bogor dan akhirnya ke Cibinong, kebetulan ada beberapa teman kantor ay yang tinggal disini. Sebenarnya sebelum mengambil rumah di komplek B itu, sudah pernah  kesana dan bahkan sudah bayar dp untuk rumah di Cibinong ini, di BDB 2 tepatnya, janjian sama seorang teman yang baru menikah mau ambil rumah dekat-dekatan. 

Jodoh memang tidak kemana, akhirnya beberapa tahun kemudian kita kesini lagi, kali ini tujuannya ke komplek sebelahnya, masih satu pengembang dengan  lokasi yang bertetanggaan dengan pilihan rumah yang tidak jadi dulu itu. Mungkin memang keputusan yang sangat nekat, baru aja kelar urusan rumah yang satu di Cimanggis, ambil lagi rumah di cibinong,sementara  dananya sudah tersedot untuk rumah Cimanggis, kali ini jelas opsinya tidak bisa beli tunai bertahap lagi, jadi akhirnya dengan nekatnya, kita memutuskan untuk KPR disebuah bank swasta yang memang disarankan developernya. 

Dan tidak makan waktu lama urusannya, akad kredit pun segera dilakukan, sambil menggendong bayi anak nomor 2 yang usianya kala itu usianya 3 bulanan dibulan Juni tahun 2007 itu, saat tekad dan keputusan untuk segera pindah ke rumah sendiri sudah bulat, kali ini transportasinya lebih mudah, oh iya, waktu kita akad kredit di tanggal 24 itu, kita gak paham kalau tanggal yang sama mulai bulan depannya sudah mulai dilakukan pendebetan untuk mulai bayar KPRnya, padahal waktu itu tanggal 28 kita baru gajian..jadi better kalau mau pilih tanggal akad kredit sebaiknya tanggal saat rekening kita sudah terisi, repot urusannya kalau pilihannya tanggal tanggung bulan. 

Setelahnya, jelas kita rajin menyambangi rumah bojong kita, rasanya gak sabar menunggu rumahnya selesai dibangun, pengen cepat-cepat pindahan dan merasakan bagaimana tinggal dirumah sendiri, kali ini ambil yang gedean, karena pengalaman sebelumnya yang rumahnya kecil banget, kali ini pilihan kita  di rumah minimalis  tipe 61/121 itu, setelah renovasi luas bangunannya menjadi lebih kurang 100 m2.


nengok rumah terakhir kalinya nih


Rasanya semangat sekali saat mengepak barang-barang kita dari rumah orangtua ke rumah sendiri, sabtu pindahan barang-barang memakai truk sekali angkut saja, maklumlah belum punya barang-barang, baru kali pertama ini mau tinggal dirumah sendiri, saat ketemu tetangga masa kecil yang jadi pengurus RT, ibu pamit dan ijin karena  masih mau pakai KTP Pondok Kopi saja, saat itu walau senang, hati kecil berat juga meninggalkan tempat ibu dibesarkan, dari usia 10 tahun tinggal disini, rasanya nyaman banget disini,  dan kita berdua langsung menginap sambil beres-beres sementara 2 anak dan mba menginap kita masih baru menyusul esok harinya bersama nenek mereka serta om dan tante-tantenya. 

Setengah tahun disana, tiba-tiba kita diminta beli rumah dibelakang rumah orangtua ibu, infonya didapat mamanya ibu dari tetangga yang tinggalnya didekat situ juga, pemiliknya sudah lama pindah ketempat lain, kaget, jelas kaget, bak disambar geledek, kita mau banget kembali lagi ke Jakarta, tapi………darimana uang untuk membelinya ya. 

Baru juga 6 bulan menempati rumah kita sendiri, banyak banget biaya yang harus kita keluarkan, renovasi rumahnya biar lebih nyaman ditempati, buat dapur karena sebelumnya gak ada dapurnya, buat garasi, ganti pagar, beli perabotan rumah, banyak deh kebutuhannya. 

Akhirnya kami memutuskan untuk  menanyakan ke pasangan yang mengontrak rumah kita, dan ternyata mereka berminat dengan rumah komplek B itu tetapi tidak punya uang untuk membelinya, wah bingung dong ya, sementara kita butuh uang juga untuk beli rumah dibelakang rumah mamanya ibu. Terus bagaimana, jalan keluar yang didapat memang tidak disangka-sangka, Bapak A yang mengontrak rumah kita tiba-tiba mengabari bisa bayar dan mengajak Ay untuk ketemuan ambil cek tunai, dia bilang dia punya kenalan Bapak B,orang yang pernah bilang ke dia, kalau ada perlu apa-apa,silakan datang, dia akan membantu, nah Bapak A memberanikan diri datang ke Bapak B bilang mau beli rumah dan langsung dijanjikan minggu depannya bisa ambil cek tunai. Jadilah Bapak A membeli rumah kita,dan prosesnya lebih kurang seminggu dari awal kita telp nawarin rumahnya, sampai dia ngajak ketemuan dan kasih kita cek tunai.

Begitu ada kabar Bapak A akan membeli rumah Cimanggis kita, kita langsung deal harga untuk rumah di Pondok Kopi, rumahnya masih dikontrakkan dan kita belum liat dalamnya seperti apa, tapi sudah mantap dan yakin untuk membeli rumah tersebut, pertimbangannya ya karena bisa dibuat tembusan ke rumah orangtua, dan bisa pindah ke Jakarta lagi buat kita adalah suatu keajaiban, masalah lainnya tidak dipikirkan deh. 

Akhirnya kesepakatan harga rumah didapat, kami mesti menanggung biaya pajak penjual dan pembeli serta biaya notarisnya, dan membayarnya pun disepakati dengan skema cicilan setiap bulan selama 3 kali , benar-benar jalan kami dipermudah untuk mendapatkan rumah Pondok kopi ini. Uang yang diterima dari Penjualan rumah  dipakai untuk Pembayaran rumah Pondok Kopi tahap 1 dan bahkan masih ada sisanya untuk pembayaran tahap 2. Saat itu semua sumber daya dikosongkan demi rumah ini, bahkan tabungan anak-anak terpaksa diambil juga untuk membayar rumah Pondok Kopi ini, dengan berat hati tapi senang juga sih akhirnya kami  menerima pinjaman lunak, iya pinjaman tanpa bunga karena ternyata masih kurang untuk membayar rumah pondok kopi ini.. Pinjaman tersebut kami cicil dan belum genap dua tahun sudah bisa kami kembalikan. Lega rasanya. 4 tahun kami tinggal di rumah Pondok Kopi dan rumah pondok kopi kondisinya memang semakin memprihatinkan, iya, rumahnya sangat perlu renovasi, sedih sekali saat hujan lebat, bocornya gak tanggung-tanggung  di area dapur dan kamar mandi kami. Di rumah Pondok kopi ini, kami memiliki 2 kamar, renovasi kecil-kecilan dilakukan untuk membuat satu kamar lagi yang diperuntukkan untuk omanya 3 boys.

Awal tahun 2012, anak kami yang ke-3 kami lahir dan rasanya kami harus segera mengambil keputusan untuk rumah ini, berbulan-bulan waktu dan pikiran dicurahkan untuk memantapkan rencana renovasi rumah, kalau ada uangnya sih mudah ya, kalau ini gak punya uang tapi maunya banyak banget deh, sampai setahun lebih kurang maju mundur mau renovasinya, 2 anak terbesar yang saat itu lagi demam mainan lego dikasih pengertian, gak bisa sering-sering lagi jalan-jalan ngemall dan sehabis itu mampir  beli mainan lego , dan mereka setuju tanpa banyak perlawanan.   Akhirnya dibulatkan tekad untuk jadi renovasi di tahun 2013 itu.
Rumah Pondok Kopi Sebelum Renovasi

Selanjutnya langkah disusun, untuk pinjam uang ke Bank untuk jangka waktu 10 tahun dengan cicilan yang tetap, karena sudah kapok sama suku bunga yang mengambang dari Bank konvensional untuk rumah Bojong, dipilihlah Bank Syariah,urusan lancar, pinjaman pun segera cair, diberikan bertahap pinjamannya sesuai dengan progress rumahnya.  

Dan untuk jasa arsiteknya kita minta bantuan arsiteknya adik yang baru setahun sebelumnya selesai merenovasi rumahnya. Dan ternyata, renovasi rumah benar-benar mendebarkan, banyak uang yang diperlukan, akhirnya kami kembali lagi ke titik nol, hi hi maksudnya semuanya jadi habis dan dikerahkan untuk renovasi rumah. 

Jadi Saat itu kami memiliki : hutang KPR Rumah Bojong yang masih 10 tahun lagi cicilannya serta hutang Kredit Renovasi rumah Pondok Kopi selama  10 tahun kedepan, waw banget deh, Dari satu KPR ditambah satu kredit renovasi, mantab deh rasanya, mulailah belajar memilah mana yang benar-benar dibutuhkan dan mana yang cuma diinginkan saja, 2 tahun berjalan kami mulai berpikir untuk melepas satu rumah bojong yang masih KPR itu,dengan menjual asset rumah bojong, kami berharap kami bisa melunasi kpr dan kredit renovasi kami, setelah rumahnya rusak karena disewa orang selama 2 tahun, diputuskan dijual/di over kreditkan saja, cuma over kredit kan tidak semudah itu, rumit caranya dan panjang prosesnya, saran yang ditawarkan cs Bank , kami di minta melunasi kredit rumah dulu dan setelah punya sertifikat baru rumahnya dijual, ya iya bagus sih sarannya, tapi ya tidak sesuai dengan kondisi keuangan kami.

Jadi dimulai setahun lalu di bulan September 2014, dipasanglah iklan di rumah bojong kita, ketemu dengan calon-calon pembeli yang  keliatan minat sekali dengan rumah ini, bahkan sampai pasang iklan di internet,sampai lebih setahun kemudian masih belum laku terjual juga.

Yang nanyain banyak, tapi ya itu belum jodoh nampaknya dan ternyata akhirnya September 2015 lalu rumah bojong  kita benar-benar terjual, orang yang membelinya juga tidak disangka-sangka, yang sudah lama kita kenal dengan baik, jadilah kami sekarang berlega hati, sudah bebas, lega luar biasanya, setelah 8 tahun berKPR ria dan 2 tahun ber kredit renovasi ria akhirnya bisa selesai juga, walau melalui jalan yang panjang dan cukup berliku-liku, tetap kami syukuri, dan sekarang sudah bisa fokus mempersiapkan dana untuk  keperluan sekolah anak dan yang keperluan yang lain, dan kalau bisa tidak usah ambil kredit-kreditan  lagi. Amin. 

16 comments:

  1. Selamat ya mbak Fitri...atas rumah milik sendirinya...hehehe...saya juga belum lama lunas KPR nya...hehehe jadi curcol

    ReplyDelete
  2. aahhh udah lega ya mbak...cerita yang panjang

    ReplyDelete
  3. Akhirnya ya mbak, selamat ya mbak, udah bebas dari segala macam KPR :D

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah, selamat ya Bu...legaaa.

    ReplyDelete
  5. alhamdulillah,bener2 perjuangan ya mbak...

    ReplyDelete
  6. Pertolongan Allah datang dari tempat yang nggak disangka-sangka ya mbak Fitri,,
    Alhamdulillah...

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah ya, Mbaaak.. :D

    Ah aku seneng deh denger cerita ini. Ngebayangin kalo aku uda berkeluarga dan akhirnya punya rumah jugak. Hihihi :P

    ReplyDelete
  8. Seru ceritanya, alhamdulillah...selamat fitri udah lega dong ya sekarang.

    ReplyDelete

ikutan yuks

Kumpul Keluarga di Lembang sebelum ada Omicron

 Sekarang sudah normal lagi ya kayak biasanya, cerita tersisa tahun 2021 lalu. Bulan November 2021 pecah telor, akhirnya kumpul-kumpul  lagi...